Sudah lama tidak kembali menulis di blog ini ? apa kabar para visitors ??
ini hanya cerita. hanya cerita-cerita yang saya buat dulu ketika merindukan sang ayah .. tapi ceritanya gaksampai. kelanjutannya cukup tersimpan di dalam hati dan memory saya seorang *hadehh.
check it out.
September Terakhir
Agustus 2009
Hari
ini aku berangkat ke sekolahku seperti biasa, belajar, bermain, dan bercanda dengan teman-temanku. Tak ada yang
special menurutku karena dipikiranku hanya tertuju pada sesuatu. Kalau ingat
sesuatu itu, aku selalu merasa rindu bercampur sedih. Tapi aku selalu berusaha
untuk menyembunyikan itu di depan sahabat- sahabatku.
“ Anyway, gak terasa
minggu depan sudah bulan puasa” Jesi memulai pembicaraan
“iyya , kalau gak salah mulainya hari Rabu” jawabku
“ asyiikk euy, kalau puasa kita akan libur sebulan penuh,
terus bisa makan enak kalo lagi buka. Mmm,, yummiii::J” sahut Aya teman sebangkuku
“ makanan saja sih yang ada dipikiran kamu, pantas aja badan
kamu kayak gentong begitu… hehe… PEACE! Just Kidding ,Aya Sayang jangan marah
yahh” kata Uce sambil menggoda Aya yang
mukanya mulai cemberut.
“ yahh Uce, kamu ini kalo ngomong dijaga dong,” kataku
“liad tuh,, Aya-nya jadi ngambekk” Jesi menyambung ucapanku
“ Sudah ahh… bawel nih semua, aku gak marah kok”
“ beneran Ya? Kamu gak marah sama aku?”
“ iya..iya. beneran ! ini liad aku senyumJ” kata Aya sambil
senyum dan menunjuk pipinya.
“ ihh, Aya baik deh” puji Uce diikuti tawa dari kami
berempat
Aku
tersenyum melihat sahabat- sahabat bahagia. Setidaknya kesedihanku berkurang
karena mereka. Mereka selalu saja bisa
membuatku tersenyum dengan tingkah- tingkah aneh mereka.
Sementara
melihat sahabat-sahabatku sedang bercanda membahas bulan Ramadhan yang sebentar
lagi tiba, pikiranku melayang ke seseorang yang akhir-akhir ini membuat dadaku
sesak. Aku sangat ingin bertemu dengannya. Yang aku rencanakan, bulan Ramadhan
kali ini, aku akan menemaninya. Hmmm…
**tengggg**tenggg**tenggg***
Bunyi lonceng tanda masuk
membuyarkan lamunanku, aku dan teman- teman segera berlari menuju kelas kami.
Pelajaran hari ini adalah
matematika. Setelah bersiap dan berdoa, aku mulai mengeluarkan buku tulis dan
pulpenku. Setiap pelajaran matematika aku selalu senang. Aku sangat menyukai
pelajaran ini. Dan tentunya gurunya juga, Ibu Stela,Selain cantik dan gak
galak,aku merasa nyaman diajari olehnya dan dia adalah guru pertama yang
membuatku jatuh cinta dengan pelajaran matematika.Padahal waktu kelas 1 SMP
tiap ada pelajaran matematika, aku selalu takut, deg-degan, khawatir, stress
kenapa harus ada pelajaran matematika di dunia dan kenapa harus ada guru Killer
seperti guru matematikaku ini. Tapi ya sudahlah, tohh sekarang aku sudah tidak
membenci pelajaran matematika lagi. Bagiku sekarang, matematika seperti
petualangan. Mendapat soal latihan merupakan misteri yang harus dipecahkan,
mengerjakannya berarti sedang berpetualang memecahkan misteri itu dan menemukan
jawabannya adalah sama dengan menemukan jawaban dari misteri tersebut.
Dua jam pelajaran matematika berlalu, ibu Stela
mulai membereskan buku-bukunya diatas mejanya. Sebelum keluar dia memberi
informasi bahwa minggu depan libur bulan
puasa sudah dimulai dan dia memberi kami tugas latihan sebanyak 50 nomor di
Modul matematika.
“ yahh…
tugas lagii ” gerutu teman-temanku sambil membereskan barag-barangnya.
Bagiku
tugas matematika sebanyak itu gak masalah yang penting adalah LIBURAN-nya karena
sebentar lagi aku akan bertemu dengan orang yang sangat aku rindukan itu.
***********************************************************************************
Awal September 2010
Pagi yang cerah, ketika matahari
mulai bangun dari tidurnya dan menyapa dunia dengan kehangatannya. Sisa – sisa
hujan semalam masih menyisakan embun di dedaunan hijau. Suara adzan memaksaku untuk bangun dan mulai
bersiap untuk sholat shubuh. Setelah sholat, aku pun mandi dan membereskan barang-barangku.
Hari ini adalah hari yang sangat kunanti-nantikan.
“ Yaya, Baju kamu udah beres?”
tanyaku kepada adikku
“ udah dong kak, aku sudah tidak
sabar nih” jawabnya
“ iya. Kalau begitu, sekarang kamu
mandi dulu. Ingat jangan kelamaan karena om sudah menuggu diluar”
“ok kak”
Beberapa menit kemudian adikku
muncul dari balik pintu,
“kak, bagusnya aku pake baju yang
merah atau yang coklat ini?” tanyanya sambil memegangi dua pasang baju itu.
“ kalau di kamu cocoknya pake yang
coklat aja yah. Tapi itu sih terserah kamu mau pilih yang mana, kan yang pake
kamu bukan kakak” jawabku
“ boleh juga. Aku ganti baju dulu
ya kak”
Setelah
berganti pakaian, kami mulai menaiki mobil. Pikiranku kembali tertuju pada
orang yang akan aku temui di rumah nenek. Aku sudah tidak sabar bertemu
dengannya.
Setengah
jam kemudian aku tiba di rumah nenek. Aku mulai berlari dan menyalami satu per
satu orang yang ada di rumah itu. Dan tibalah saatnya. Pertama aku menatap matanya lalu aku pun
berlari dan memeluknya erat-erat.Aku seperti tak ingin melepaskan pelukan itu. Aku merasakan kehangatan berada di pelukannya.
Kehangatan yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi. Perlahan,cairan bening
mulai mengalir di pipiku.Aku menangis. Ku rindukan saat-saat indah bersamanya.
Saat-saat bahagia dimana hanya ada aku dan dia . Aku merindukannya, sangat
merindukannya.
Lambat laun kulepaskan pelukanku
dan kutatap matanya lagi. Cairan bening itu juga mengalir di pipinya.
“ Ayah,
aku kangen ayah. Ayah, cepat sembuh yah, biar kita bisa pulang ke rumah lagi”
bisikku padanya.
“ Insya
Allah nak, doakan ayah ya!” katanya menatapku dalam-dalam.
“Iya ayah, aku selalu mendoakan ayah” jawabku sambil
menghapus air matanya,
Aku tak sanggup melihat cairan
bening itu membasahi pipinya. Hatiku miris melihat keadaannya sekarang, tubuhnya
seakan digerogoti oleh penyakit itu. Tubuhnya kurus, yang terlihat hanya
tulang. Ia sudah tak bisa berjalan lagi seperti enam bulan yang lalu. Meski ia
masih sering merasa agak pusing tapi fikirannya masih baik. Ia masih sering menyebut nama-Nya.
Setelah aku, kini giliran adikku
yang memeluk ayah. Aku jadi tambah iba. Adikku masih kecil, tapi ia harus
kehilangan waktu untuk bersama ayah. ‘’ sabar ya dik,” gumamku dalam hati.
***********************************************************
Hari pertama aku berada di rumah
nenek, aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa merasakan lagi nikmatnya Ramadhan
bersama ayah. Setelah selama enam bulan aku berpisah dengannya karena dia
menjalani pengobatan di Jakarta sedangkan aku masih menjalani sekolahku di
Bandung.
“ ini sarapan untuk ayah” kataku
sambil meletakkannya di samping ayah.
“
terima kasih” jawab ayah sambil tersenyum
Tiap pagi aku, selalu memberikan sarapan untuk
ayah dan menyuapinya sembari bercerita dengannya. Terkadang di waktu sahur,
ayah juga ingin makan. Jadi aku selalu sahur lebih cepat kemudian menyuapi ayah
lagi.
“ bagaimana dengan pelajaran
sekolah kamu ?” Tanya ayah lagi
“ Alhamdulillah, baik ayah.
Nilai-nilai ku juga lumayan tinggi ”
“ alhamdulillah, belajar yang rajin
ya nak ” nasehat ayah.
Ayah adalah sumber motivasi
tertinggi untukku saat ini. Ia yang selalu menyemangatiku untuk terus belajar.
Dulu, setiap penerimaan rapor aku selalu takut dan cemas dan aku selalu
mengutarakan perasaanku itu pada ayah. Ia pun selalu menangkan hatiku dengan
kata-kata bijak. Seperti semester lalu, ketika ayah baru selesai operasi di
Jakarta. Aku mengambil izin di sekolah untuk mengunjungi ayah di rumah
sakit. Ayah yang masih terbaring lemah
saat itu . . .
“ ayah, sebentar lagi aku akan
terima rapor. Aku takut nih kalau rankingku turun dan nilai ku jelek” curhatku
pada ayah
“ tenang nak, nilai tinggi dan
ranking itu tidak terlalu penting, yang penting adalah bagaimana kamu terus
belajar dan mengembangkan potensi dalam dirimu dengan baik”
“ok. Siap komandan” kataku sambil
memberikan hormat kepada ayah.
Begitulah hari-hari kulewati
bersama ayah. Hingga suatu hari. . .
“HAH,kenapa sih kamu seperti ini. Aku capek tau tiap hari ngurusin
kamu kayak gini. AKU CAPEK mas! Sampai kapan sih, aku harus ngurusin kamu
seperti ini terus. Aku gak sanggup lagi menjalani ini semua. ” kata ibu dengan suara membentak, ia
lalu menangis sambil berlari ke dapur.
Ayah yang tak menyangka akan
terjadi hal seperti itu, tidak bisa menutupi perasaannya. Rasa bersalah, takut,
dan sedih bercampur menjadi satu. Ayah yang hanya bisa terbaring lemas diatas
kasur mungkin sedang menyalahkan dirinya sendiri. Atau mungkin ayah sedang
menyalahkan TUHAN atas semua ini? Entahlah aku tidak tahu pasti. Dan perlahan
kulihat lagi cairan bening itu membasahi pipi ayah. Aku yang sedari tadi
bersembunyi dibalik pintu, merasa iba terhadap ayah. Perlahan ku langkahkan
kakiku mendekati ayah.
“ayahh"
0 komentar:
Posting Komentar